Hartuti Tak Menyangka Raih Penghargaan Ibu Ibukota Awards 2019
Saya nggak pernah mimpi dapat penghargaan. Apalagi saya tinggal di wilayah paling ujung utara Jakarta, Pulau Sebira.
Berbuat kebaikan akan berbuah kebaikan pula. Itulah yang dialami Hartuti, warga Pulau Sebira, Kepulauan Seribu.
Upayanya mengajak ibu-ibu di lingkungannya mengolah ikan hasil tangkapan nelayan yang dikerjakan dengan ketulusan, menghantarkannya meraih penghargaan sebagai penggerak di bidang pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga dalam ajang Ibu Ibukota Awards 2019, Jumat (20/12) sore di The Hall Senayan City, Jakarta Pusat.
Peringati Hari Ibu, IWAPI dan PPLIPI Jaksel Gelar Talkshow"Saya nggak pernah mimpi dapat penghargaan. Apalagi saya tinggal di wilayah paling ujung utara Jakarta, Pulau Sebira," tuturnya, sambil menahan tangis haru, usai menerima penghargaan yang diberikan salah seorang tim penguji, Elidawati Ali Oemar di hadapan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Dia mengungkapkan, selama ini niatannya mengajak para ibu mengolah ikan tangkapan menjadi produk olahan semata untuk meningkatkan pendapatan keluarga warga pulau. Tidak terbersit sedikit pun untuk mendapat penghargaan.
Ternyata, kerja dalam senyapnya itu, mendapat penilaian sempurna dari tim seleksi dan juri yang terdiri dari Elidawati Ali Oemar (CEO El Corps) dan Tuty Kusumawati (Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta).
Hartuti pun dinilai layak meraih penghargaan, menyisihkan tiga nominator lainnya, Mainem (Penggerak PKK Kembangan Utara), Iyoh Rochaeni (Penggerak PKK Kebon Jeruk) dan Dita Cucu Kartika (Penggerak PKK Petojo Selatan).
Diungkapkan Hartuti, hasil dari pengolahan berbagai jenis ikan menjadi produk seperti ikan asin, kerupuk cumi, kerupuk ikan selar dan stik tengiri memiliki selisih nilai ekonomis dua hingga tiga ribu rupiah dibanding ikan hasil tangkapan dijual segar. Belum lagi, mempertimbangkan daya tahan produk yang bisa bertahan lebih lama dibanding dijual segar.
Walau amat bergantung pada pasokan ikan hasil tangkapan nelayan, Hartuti mengaku bila musim sedang bagus bisa melego lima hingga delapan ton pada wisatawan yang berkunjung.
"Saya mulai usahan ini di Pulau Sebira tahun 1975 dan mengajak baru tahun 1990. Sekarang sudah sekitar 50 ibu-ibu terlibat," tandasnya.